‘Komunikasi tidak berawal dari dimengerti (satu pihak), tetapi
berawal dari saling mengerti (dua pihak)’. *Steve Brown*
Saya pernah membaca sebuah tulisan yang mengesankan. Dan saat ini
saya ingin sharingkan kepada Sahabat-Sahabat sekalian ; dikatakan
bahwa jika kita mau menjaga sikap yang tepat, maka DIA akan mengambil
semua rasa kecewa, impian-impian yang gagal dan kandas, bahkan rasa
sakit pada tubuh dan juga hati yang mengakibatkan kita menderita. DIA
akan menambahkan semua masalah dan kesedihan yang telah menyiksa
kita, ya DIA akan membayarkan kepada kita kembali dua kali lipat lebih
banyak dimana akan ada Damai Sejahtera, Sukacita Penuh, Rasa Bahagia
dan Pekerjaan-Pekerjaan yang Berhasil kita kerjakan ! Tuhan sudah
berjanji sesuai FirmanNYA bahwa DIA akan memberikan kepada kita
dua kali lipat pembayaran kembali atas rasa malu kita dahulu.
Asalkan kita mau percaya, dan kita mau menaruh kepercayaan dan
keyakinan kita dalam Tuhan, maka DIA akan memberikan kepada kita
dua kali lipat untuk mengatasi masalah-masalah kita.
Komunikasi.
Dalam menjaga sikap yang tepat terutama kepadaNYA, kita harus
Mengkomunikasikan segala apa yang kita perlu didalam Doa-Doa kita.
Komunikasi adalah suatu pembicaraan dua arah yang tidak dapat dibatasi
frekuensi dan waktunya. Kita berbicara denganNYA dan DIA menjawab
Doa-Doa kita lewat tanda-tanda, lewat kata-kata atau nasihat yang diberikan
oleh orang-orang di sekitar kita.
Komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi antar manusia.
Didalamnya kita bisa mengutarakan pikiran, perasaan, pendapat, ataupun
maksud tujuan kita. Ia membuat kita saling mengenal lebih dekat terhadap
satu sama lain, khususnya dalam keluarga.
Seni berbicara yang sebenarnya adalah bukan hanya berbicara hal yang
tepat pada waktu yang tepat (pas), akan tetapi juga ia tidak membicarakan
hal yang keliru di saat yang sangat menggoda untuk dibicarakan, demikian
sebuah ungkapan mengenai komunikasi seperti yang disampaikan oleh
Dorothy Nevill.
Sedangkan Steve Brown menekankan tentang hal pengertian dalam
komunikasi:‘Komunikasi tidak berawal dari dimengerti (satu pihak), tetapi
berawal dari saling mengerti (dua pihak)’.
Sebelum manusia jatuh kedalam dosa, kita ‘disuguhkan’ sebuah contoh
komunikasi yang sangat baik dan sangat dekat antara Tuhan Sang Pencipta
dan manusia ciptaanNYA. Manusia begitu mengenal penciptanya, sehingga
dari bunyi langkahNYA saja mereka mengenal kalau itu bunyi langkah Tuhan.
Demikian pula Tuhan tahu persis bahwa manusia ciptaanNYA itu bersembunyi
karena mereka sudah berdosa. Hubungan yang begitu dekat seperti itu terjalin
baik karena adanya komunikasi. Akan tetapi ketika komunikasi terputus atau
rusak karena dosa, maka manusia tidak mampu lagi memahami kebenaran
dan kehendak Allah.
Komunikasi merupakan hal mendasar yang harus dipelihara dan terus
dikembangkan dalam keluarga. Baik itu suami, isteri maupun anak-anak harus
membiasakan komunikasi perasaan, pikiran dan maksud tujuan mereka masing-
masing. Karena komunikasi yang tidak terjalin dengan baik antara orang tua
dan anaknya (terutama remaja) bisa menyebabkan kenakalan dan perilaku
yang menyimpang.
Menurut para psikolog, komunikasi yang buruk antara suami dan isteri bisa
menjadi pemicu retaknya rumah tangga yang mungkin akan berakhir dengan
perceraian. Agar supaya komunikasi dalam keluarga bisa berjalan dengan baik
kita perlu menanamkan rasa hormat ketika berbicara dan mendengarkan
dengan siapapun. Kembangkan rasa hormat dan saling menghargai. Kritik
yang kita berikan adalah kritik yang membangun dan dilakukan dengan sikap
menghargai didalam kasih.
Dalam berkomunikasi kita juga perlu menanamkan rasa empati. Karena
dengannya kita mampu menempatkan diri dalam situasi dan kondisi yang
dihadapi oleh orang lain. Salah satu wujud empati adalah kesediaan untuk
mendengar. Salah satu nasihat adalah untuk mendengarkan dengan penuh
perhatian apakah ketika suami, isteri atau anak-anak kita berbicara kepada
kita.
Usahakan ketika kita berkomunikasi maka info dan maksud yang kita
sampaikan dapat ditangkap dengan jelas dan dimengerti maksudnya oleh
yang kita ajak bicara. Karena seringkali kesalahpahaman antara suami-isteri
terjadi karena komunikasi yang tidak nyambung atau kurang jelas. Hendaknya
kita jangan memegang prinsip bahwa orang yang kita ajak bicara sudah harus
mengerti dengan apa yang telah kita sampaikan. Mungkin harus diulang sekali
lagi agar lebih jelas apa maksud kita.
Komunikasi yang disampaikan dengan kerendahan hati dan menganggap
orang lain sama pentingnya dengan diri kita adalah sebagai tujuan kita yang
utama, disamping sikap kita yang terbuka untuk melayani saran dan kritik
orang lain.
Saya pernah membaca sebuah ilustrasi yang inspiratif mengenai komunikasi
agar menjadi lebih efektif. Aktor dalam ilustrasi ini adalah matahari dan angin.
Kedua-duanya mencoba menunjukkan pentingnya arti komunikasi. Suatu ketika
keduanya memperhatikan kehidupan orang yang setiap saat sangat sibuk dengan
kegiatan dan urusan mereka masing-masing. Cukup banyak diantaranya sedang
memakai jaket untuk melindungi tubuh mereka. Lalu matahari dan angin timbul
perasaan isengnya untuk membuat orang-orang ‘melepaskan’ jaketnya. Angin
mendapat giliran pertama, dan iapun segera menghembuskan tiupan angin yang
amat kencang, makin lama makin kencang. Diluar dugaan ternyata orang-orang
malah semakin kuat mendekap dan menutup zipper dan tali jaket mereka. Angin
didiskualifikasi. Kini giliran matahari. Pelan-pelan ia mulai memancarkan sinarnya.
Mula-mula terasa sinar yang hangat, tapi tak berapa lama kemudian sinar itu
berubah menjadi terik dan sangat terik. Sinar yang dipancarkannya menjadi panas
mulai menyengat, dan mulai saat itulah beberapa orang mulai membuka dan
melepaskan jaketnya dan mengipas-ngipas. Nah, dari kisah ini, inspirasi yang
dapat kita peroleh adalah beberapa bentuk komunikasi terdengar seperti angin lalu.
Pesan yang terkandung didalamnya terdengar dan terkesan dingin bagi yang
mendengarnya. Komunikasi seperti ini membuat orang defensive (bertahan), akan
tetapi ketika pembicaraan menjadi hangat, ada saling pengertian maka komunikasi
yang sedang berjalan akan menjadi efektif. Karena itu pada saat berkomunikasi
utarakanlah maksud dan tujuan kita dengan baik, jelas dan bersungguh-sungguh.
Usahakan pula ada notulen dari komunikasi kalau pembicaraan itu bersifat seperti
pertemuan, rapat atau sejenisnya, agar supaya keputusan dan kesepakatan yang
diambil ada recordnya.
MENERIMA & TIDAK MENUNTUT.
Banyak menuntut terhadap pasangan hanya akan menyebabkan rasa frustrasi
karena pada dasarnya kita tidak mudah merubah orang. Itulah yang sering terjadi
pada kehidupan pernikahan pasangan suami-isteri dimana pada waktu mereka
memutuskan untuk hidup bersama, berarti ada kesediaan untuk menerima kelebihan
maupun kekurangan pasangan kita.
‘Jika kita tidak bisa mengubah seseorang, maka hal yang lebih mudah adalah kita
terlebih dahulu mengubah diri kita’. Menerima pasangan kita apa adanya itu berarti
kita tidak membanding-bandingkannya dengan kelebihan dan kehebatan orang lain.
Biasanya dengan membandingkan pasangan kita dengan orang lain, kita semakin
membuka pintu untuk melihat dan menemukan lebih banyak kekurangan dalam
diri pasangan kita itu. Jadi mengapa dalam hal ini kita tidak berusaha melihat
kelebihan-kelebihan dalam diri pasangan kita dan merasa bersyukur untuk hal
tersebut.
Demikian juga terhadap anak-anak, kita juga harus menerima anak-anak kita
seperti apa adanya. Kita sebagai orangtua tentu mengharapkan untuk memiliki
anak-anak dengan berbagai kelebihan di dalam diri mereka. Ketika kita tidak
menemukan kelebihan dalam diri mereka, sebagai orangtua yang baik dan
bijaksana janganlah menunjukkan rasa tidak suka, memperlihatkan penolakan
terhadap anak-anak kita atau kecewa dan berkecil hati. Sejauh ini menurut para
psikolog anak, penolakan selalu membawa dampak yang kurang baik bagi
perkembangan kejiwaan seorang anak. Sebaliknya penerimaan membuat mereka
merasa dihargai sehingga mereka akan terdorong untuk berperilaku positif.
Anak-anak juga harus belajar menerima orangtua sebagaimana adanya mereka.
Kadang-kadang anak merasa malu penampilan orangtua yang bersahaja, level
pendidikan biasa-biasa saja atau mempunyai cacat tubuh. Tapi satu hal yang
harus diingat oleh anak-anak adalah Tuhan tidak pernah salah dalam memilih
orangtua bagi kita anak-anaknya. Bukankah akan menjadi lebih baik apabila
kita sebagai anak dapat membangun perasaan bangga terhadap orangtua kita
karena Tuhan sudah mempercayakan orangtua untuk membesarkan, mengasuh
dan mendidik kita.
0 komentar:
Posting Komentar